>
  • MEMBUMIKAN AKHLAK NABI: HAPPY BIRTHDAY NABIKU
  • Dihadiri oleh Menteri PDT RI, Wakil Menteri Agama RI dan Gubernur NTB
  • Pak Rektor membuka Wokshop KERJASAMA KEMENTERIAN NEGARA PDT RI DENGAN PUSAT PENGEMBANGAN BISNIS IAIN MATARAM Tahap I
  • Pak Wakil Rektor II membuka Wokshop KERJASAMA KEMENTERIAN NEGARA PDT RI DENGAN PUSAT PENGEMBANGAN BISNIS IAIN MATARAM Tahap IIMaulidan bersama Pak Rektor dan Staf Ahli Kementerian PDT
  • Bersama Kementerian PDT RI
  • Maulidan
  • Kerjasama dengan Post Kota NTB
  • Menghadri Pembukaan MTQ tingkat Kec.Gunungsari
  • Temu Alumni Wokshop PDT Tahap I dan II
  • Chak IN di Hotel Jayakarta

Jumat, 10 Januari 2014

PERBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI DAERAH TERTINGGAL



PERBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN
DI DAERAH TERTINGGAL
Oleh: Riduan Mas’ud*

Pembangunan daerah tertinggal adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui prinsip otonomi daerah yang luas dengan pengaturan sumber daya yang adil dan merata, sehingga memberi kemungkinan besar bagi daerah tertinggal  untuk berkembang secara mandiri  dan berkesinambungan. Maka dari itu sudah selayaknya apabila sumberdaya yang dimiliki dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

            Kemiskinan di daerah tertinggal merupakan masalah pembangunan yang berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya. Kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh dua kondisi utama yaitu kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada masyarakat miskin dan rendahnya kemampuan masyarakat miskin untuk melepaskan dirinya dari jerat kemiskinan itu sendiri. Ketidak mampuan masyarakat miskin ini sering disebut dengan ketidak berdayaaan.
            Kemiskinan merupakan bagian dari masyarakat miskin yang kondisinya sangat rentan sehingga perlu mendapat prioritas penanganan. Pemberdayaan masyarakat berarti juga pemberdayaan orang miskin. Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu strategi nasional guna pemenuhan kewajiban negara terhadap hak azasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan dan dan  pendidikan dasar. Untuk menjamin kesinambungan ketersediaan kebutuhan tersebut dari dan untuk masyarakat maka pemberdayaan masyarakat juga diarahkan guna mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial.
Kemiskinan juga merupakan persoalan multidimensi yang mencakup politik, sosial, lingkungan, ekonomi maupun aset. Dalam kesehariannya, dimensi itu dapat dijelaskan dengan berbagai bentuk representasinya. Dimensi sosial-politik mewujud pada tidak dimilikinya wadah kelembagaan masyarakat yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan Masyarakat miskin. Hal ini mengakibatkan mereka tersingkir dari proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Lebih jauh lagi, segala usaha yang mereka lakukan tidak mempunyai akses (termasuk informasi) yang memadahi ke berbagai sumberdaya kunci yang dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup yang layak. Sementara itu, dimensi sosial muncul dalam bentuk tidak terintegrasinya masyarakat miskin dalam institusi sosial yang ada sehingga membuat terinternalisasinya budaya miskin yang pada akhirnya merusak kualitas dan etos kerja.
Pada dimensi ekonomi, tampil dengan bentuk rendahnya penghasilan, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka sampai batas yang layak. Semuanya itu berujung pada dimensi aset yang ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin terhadap berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset sumberdaya manusia, peralatan kerja, modal, peluang pasar dan sebagainya.
Secara lebih jauh indikator dan penyebab kemiskinan masyarakat, yang secara umum adalah sebagai berikut :
Deprivasi materiil, yang diukur dari kurangnya pemenuhan kebutuhan akan pangan, sandang, kesehatan, papan, dan kebutuhan konsumsi dasar lain.
Isolasi, dicerminkan oleh lokasi geografiknya maupun oleh marginalisasi rumah tangga miskin secara sosial dan politik. Masyarakat sering tinggal di daerah yang terpencil dengan sarana transportasi dan komunikasi yang minim.
Alienasi, yaitu perasaan tidak punya identitas dan tidak punya kontrol atas diri sendiri. Hal ini timbul akibat isolasi dan hubungan sosial yang eksploitatif. Walaupun proses pembangunan terus berjalan dan menghasilkan teknologi baru, mereka tidak bisa ikut serta mengakses dan memanfaatkannya. Mereka kekurangan kecakapan yang bisa ‘dijual’.
Kelangkaan asset, membuat penduduk miskin dalam bekerja dengan tingkat produktivitas yang sangat rendah.
Kerentanan, baik kerentanan terhadap guncangan eksternal maupun terhadap konflik-konflik sosial internal juga sangat berpengaruh terhadap status kemiskinan penduduk pedesaan. Kerentanan itu bisa timbul karena faktor alamiah (kemarau panjang, banjir, hama), karena perubahan pasar (merosotnya harga komoditi), kondisi kesehatan (penyakit), dan sebagainya.
Ketergantungan, merupakan hal yang selama ini memerosotkan kemampuan si miskin untuk ‘bargaining’ dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang, dimana masyarakat miskin cenderung menunjukkan ketidakmampuan membuat keputusan sendiri dan tiadanya kebebasan memilih dalam produksi, konsumsi, dan kesempatan kerja.
Kurangnya perwakilan sosio-politik, menyebabkan rendahnya aspirasi masyarakat miskin untuk dapat ditampung dalam kebijakan yang berdampak pada rendahnya fleksibilitas dan berkurangnya kesempatan bagi si miskin. Dalam kondisi ini, buruh tidak punya kemampuan untuk menetapkan upah serta petani tidak bisa menetapkan harga hasil taninya.
Tidak adanya jaminan keamanan, khususnya dari tindak kekerasan akibat status sosial rendah, karena lemah, karena faktor-faktor agama, ras, etnik.
Mengacu pada hal tersebut serta kaitannya dengan permasalahan pembangunan sumber daya alam, maka terdapat 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan untuk dapat mengenali anatomi kemiskinan masyarakat. Ketiga pendekatan tersebut adalah pendekatan struktural, kultural, dan alamiah. 
Mengacu pada uraian di atas, maka proses pengentasan kemiskinan memerlukan pendekatan komprehensif dengan langkah-langkah kebijakan yang bersifat menyeluruh, baik secara stuktural, kultural, dan alamiah. Dalam perspektif lain, bahwa proses pemberdayaan masyarakat yang berhasil haruslah dijiwai oleh 4 (empat) aspek yang dikenal dengan 4 (empat) bina, yaitu bina manusia, lingkungan, usaha, serta bina sumber daya.
*Ketua Pusat Pengembangan Bisnis (P2B) IAIN Mataram

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer